KalselMedia – Pengadilan Arab Saudi menjatuhkan hukuman penjara 30 tahun kepada Mohammed al-Ghamdi, seorang guru pensiunan, karena mengkritik pemerintah di media sosial. Keputusan ini datang hanya beberapa bulan setelah hukuman mati yang semula dijatuhkan kepadanya dibatalkan melalui proses banding.
Menurut laporan AFP pada Rabu (25/9/2024), kasus ini menyoroti peningkatan penindasan di bawah kepemimpinan Putra Mahkota Mohammed bin Salman, yang juga dikenal sebagai penguasa de facto Arab Saudi. Sebelumnya, Pangeran Mohammed mengakui dalam wawancara dengan Fox News pada 2023 bahwa pemerintah merasa “malu” dengan putusan mati tersebut dan berharap keputusan itu bisa diubah.
Al-Ghamdi, yang berusia 50-an tahun, ditangkap pada Juni 2022. Dia didakwa dengan tuduhan konspirasi melawan kepemimpinan Saudi, melemahkan lembaga negara, serta mendukung ideologi teroris. Kasusnya sebagian besar didasarkan pada unggahan di media sosial yang mendukung ulama-ulama yang dipenjara seperti Salman al-Awda dan Awad al-Qarni. Akunnya di platform X (sebelumnya Twitter) bahkan hanya memiliki sembilan pengikut saat masalah hukumnya terungkap.
Sebelumnya, pada Juli 2023, al-Ghamdi dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Pidana Khusus, yang menangani kasus-kasus terkait terorisme. Namun, pada Agustus 2024, hukuman itu dibatalkan setelah banding, digantikan dengan hukuman penjara 30 tahun.
Saudaranya, Saeed al-Ghamdi, seorang ulama yang tinggal di Inggris, mengkritik keputusan pengadilan tersebut, menyebutnya sebagai bukti dari sistem peradilan yang dipolitisasi. Saeed menegaskan bahwa saudaranya tidak bersalah dan tidak seharusnya diperlakukan demikian.
Meskipun Arab Saudi sedang menjalankan reformasi besar-besaran di bawah Visi 2030, negara itu terus mendapat kecaman internasional atas pelanggaran hak asasi manusia dan pembatasan kebebasan berbicara.