KalselMedia – Pada peringatan puncak Hari Guru Nasional 2024 di Jakarta International Velodrom, Presiden Prabowo Subianto mengumumkan rencana kenaikan gaji dan tunjangan untuk guru Aparatur Sipil Negara (ASN) dan non-ASN yang telah tersertifikasi. Dalam acara yang dihadiri Mendikdasmen Abdul Mu’ti itu, Prabowo juga menyampaikan alokasi anggaran sebesar Rp 17,51 triliun untuk memperbaiki fasilitas di 10.440 sekolah.
“Kesejahteraan guru menjadi prioritas. Anggaran untuk guru ASN dan non-ASN naik menjadi Rp 81,6 triliun, atau bertambah Rp 16,7 triliun dibanding sebelumnya,” ujar Prabowo. Langkah ini disambut beragam reaksi, dari apresiasi hingga kritik terhadap skema implementasinya.
Prabowo menetapkan tunjangan sertifikasi guru ASN akan meningkat hingga setara satu kali gaji pokok, sedangkan guru non-ASN mendapat tambahan tunjangan Rp 2 juta. Selain itu, pemerintah berencana meningkatkan kompetensi guru melalui program pendidikan lanjutan, termasuk studi D4 atau S1, dan menargetkan 600.000 guru mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG) pada tahun ini.
Namun, data dari Lembaga Riset Ideas dan GREAT Edunesia Dompet Dhuafa menunjukkan tantangan besar. Sebanyak 42% guru di Indonesia memiliki penghasilan kurang dari Rp 2 juta per bulan, termasuk 13% di antaranya yang berpenghasilan di bawah Rp 500.000.
Meski inisiatif ini dianggap langkah positif, berbagai pihak menilai implementasi kenaikan gaji perlu kejelasan lebih lanjut. Ahmad Rizali dari Ikatan Guru Indonesia (IGI) meminta pemerintah menjelaskan apakah tambahan tersebut berbentuk gaji rutin atau insentif tahunan seperti THR.
Di sisi lain, Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim, menyatakan bahwa kebijakan ini seharusnya memprioritaskan guru honorer. Menurutnya, guru honorer yang bekerja tanpa jaminan sosial dan penghasilan rendah adalah kelompok paling rentan yang memerlukan perhatian.
“APBN pendidikan sebesar Rp 722 triliun seharusnya cukup untuk memberikan tambahan gaji kepada semua guru, tanpa membedakan status ASN atau non-ASN,” ujarnya.
Pengamat pendidikan Darmaningtyas mengingatkan bahwa rencana kenaikan tunjangan melalui sertifikasi tidak akan menyentuh sebagian besar guru honorer, terutama mereka yang belum tersertifikasi. Dengan kuota PPG yang terbatas, butuh setidaknya tujuh tahun agar semua guru saat ini dapat tersertifikasi.
Ia menyarankan agar pemerintah lebih fokus memberikan tunjangan fungsional untuk guru yang belum tersertifikasi, sebagai langkah cepat dan merata. “Tunjangan fungsional dapat diambil dari APBN atau APBD dan merupakan bentuk tanggung jawab negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa,” tegasnya.
Kebijakan ini menunjukkan perhatian pemerintah terhadap kesejahteraan guru, namun tantangan dalam pelaksanaannya cukup kompleks. Pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan ini adil dan mampu menyentuh seluruh guru, terutama mereka yang berada dalam kondisi ekonomi paling sulit.
Dengan tekanan dari berbagai organisasi guru dan pengamat pendidikan, realisasi kebijakan ini akan menjadi salah satu indikator keberhasilan pemerintahan Prabowo di bidang pendidikan.