
KalselMedia.com, Banjarbaru – Aliansi Meratus menggelar aksi damai di depan kantor Gubernur Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) untuk menyatakan sikap penolakan terhadap rencana penetapan Taman Nasional (TN) Pegunungan Meratus, Jumat (15/8/2025).
Aksi ini diikuti masyarakat adat dari berbagai wilayah Kalsel antara lain, Tabalong, Balangan, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Selatan, Banjar, Kotabaru dan Tanah Bumbu, turut juga diikuti mahasiswa, GMPD, TBBR, DAD, ormas adat dan organisasi komunitas lainnya yang berjumlah ratusan orang.
Dalam aksi, Aliansi Meratus yang dikoordinatori Walhi Kalsel dan PW AMAN Kalsel menyayangkan sikap Gubernur Kalsel yang menolak menandatangani pernyataan mendukung penolakan Taman Nasional Pegunungan Meratus.
Direktur Eksekutif WALHI Kalsel Raden Rafiq menerangkan, pihaknya menuntut sikap dan komitmen Gubernur Kalsel untuk menghentikan proses pengusulan Taman Nasional Pegunungan Meratus.
Seperti yang diketahui, Pegunungan Meratus membentang melintasi sembilan kabupaten di Kalimantan Selatan dan juga menjadi bagian tak terpisahkan dari ekosistem alamnya hingga Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah.
Di sana bukan hanya ada hutan dan alam liar saja, atau flora dan fauna saja, tetapi ada subjek masyarakat adat dan wilayah adat yang belum diakui oleh negara.
Rencana penetapan Taman Nasional Pegunungan Meratus ini, kata Raden merupakan preseden buruk bagi Pemprov Kalsel karena mengabaikan hak atas tanah ulayat bagi masyarakat adat.
Menurutnya, konsep Taman Nasional merupakan konsep yang diimpor dari luar dan kerap menggusur hak-hak masyarakat adat, sedangkan sepanjang zaman masyarakat adat telah terbukti mampu mengelola dan melestarikan Meratus dengan pengetahuan lokal dan konsep tata ruang serta konservasinya sendiri.
“Seharusnya konsep dari masyarakat adat itu yang diakui dan ditetapkan sebagai kebijakan yang lahir dari bawah/masyarakat akar rumput, bukan kebijakan dengan pendekatan top-down yang menimbulkan potensi konflik baru,” ujarnya.
Dalam aksi itu, Aliansi Meratus mendesak Gubernur Kalsel untuk menarik kembali usulan penetapan Taman Nasional Pegunungan Meratus di Kalsel dan meminta Kementerian Kehutanan menghentikan seluruh proses penetapan Taman Nasional Pegunungan Meratus di Kalsel.
“Kami juga mendesak Gubernur Kalsel untuk mngimplementasikan Perda Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 2 Tahun 2023 Tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat,” lanjutnya.
Kemudian, pihaknya juga mendorong Gubernur Kalsel harus berkomitmen mendesak dan meminta Presiden dan DPR RI untuk mengesahkan Undang-undang Masyarakat Adat dalam masa sidang Tahun 2025.
Selanjutnya, melakukan revisi total Undang-undang Kehutanan yang saat ini sedang dibahas oleh DPR RI dan mencabut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2024 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
“Janji ya hanya janji, buktinya ia (Gubernur Kalsel) memilih untuk tidak menandatangani surat komitmen mendukung masyarakat adat,” ujar Raden.
Ia menambahkan masyarakat adat harus mengawal pernyataan ini sampai penetapan TN Pegunungan Meratus benar-benar dibatalkan.
Ketua Pengurus Wilayah AMAN Kalsel Rubi mengatakan bahwa Meratus bukan tanah kosong, ada subjek yang harus diakui terlebih dahulu, bukan malah ingin menetapkan Taman Nasional.
“Perjuangan mendorong lahirnya Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat saja sepuluh tahun lamanya. Jangan ujuk-ujuk ingin menetapkan Taman Nasional” jelasnya.
Ia juga menambahkan perlu ditetapkan peraturan Gubernur dan Bupati terkait pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat serta wilayah adatnya, sebagai langkah implementasi Perda Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 2 Tahun 2023 Tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.
Aliansi Meratus tetap pada komitmen menolak usulan penetapan Taman Nasional Meratus dan mendesak agar masyarakat adat diberikan hak penuh untuk mengelola wilayahnya sendiri.