
KalselMedia.com, Barabai – Sepanjang Januari hingga 23 Juli 2025, Pengadilan Agama (PA) Barabai telah menerima delapan permohonan dispensasi nikah yang diajukan oleh orang tua atau wali anak di bawah umur.
Meskipun jumlahnya tidak tergolong tinggi, fenomena pernikahan anak masih menjadi perhatian di Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST).
Panitera PA Barabai, H Anshari Saleh, S.H.I, mengungkapkan bahwa tidak ada kecamatan yang mendominasi jumlah permohonan. Persebarannya merata di seluruh wilayah HST.
“Yang paling sering mengajukan dispensasi kawin adalah pihak calon mempelai perempuan,” ujarnya Senin (4/8/2025).
Menurut Anshari, alasan paling umum orang tua mengajukan dispensasi nikah adalah karena anak mereka sudah lama menjalin hubungan pacaran atau bertunangan, sehingga ingin segera meresmikan dalam ikatan pernikahan.
Mayoritas permohonan yang masuk dikabulkan oleh majelis hakim, meskipun tidak sedikit pula yang ditolak. Hal itu tergantung pada pertimbangan yuridis dan sosiologis dalam persidangan.
“Pertimbangan hakim mencakup alasan mendesak untuk dilaksanakannya perkawinan serta kesiapan para calon mempelai. Semua ini dinilai berdasarkan hasil konseling dari Dinas Sosial, PPKB dan PPPA Kabupaten HST,” jelasnya.
Adapun proses pemeriksaan perkara dilakukan dengan tahapan sesuai aturan. Setelah permohonan masuk, pengadilan menetapkan hari sidang dan memanggil para pihak. Dalam persidangan, hakim memeriksa identitas, mendengarkan alasan pengajuan, serta mempertimbangkan kesiapan fisik, mental, ekonomi, dan pendidikan calon pengantin.
Saat ini, pihak sekolah maupun psikolog tidak lagi dihadirkan dalam persidangan. Hal itu karena para pemohon sebelumnya telah diwajibkan melakukan konseling terlebih dahulu ke Dinas Sosial, PPKB dan PPPA dan membawa surat rekomendasi sebagai syarat administratif dalam pendaftaran perkara.
Lebih lanjut, Anshari menyampaikan pesan kepada masyarakat untuk tidak membiarkan praktik pernikahan anak terus terjadi.
“Perkawinan usia anak sangat berisiko menimbulkan berbagai persoalan seperti tingginya angka perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, dan terhambatnya masa depan anak, khususnya perempuan,” pungkasnya. (MA)