KalselMedia – Gerakan Nasional Tak Berkomitmen, yang terbentuk sebagai protes terhadap kebijakan Presiden AS Joe Biden terkait konflik di Gaza, baru-baru ini mengumumkan bahwa mereka tidak akan memberikan dukungan kepada Wakil Presiden Kamala Harris, calon presiden dari Partai Demokrat. Sementara itu, kelompok pro-Palestina lain yang bernama “Tinggalkan Harris” bertekad untuk memastikan kekalahan Harris dalam pemilu mendatang. Pertanyaannya, seberapa besar pengaruh gerakan ini terhadap hasil pemilu di negara bagian yang sangat diperebutkan?
Dearborn, Michigan, dikenal sebagai pusat komunitas Arab di AS, dengan sekitar 400.000 warga keturunan Arab yang banyak mengkritik kebijakan AS di Gaza. Abdallah Doleh, seorang warga keturunan Palestina, menyatakan, “Saya pesimistis tentang perubahan yang akan datang. Jika Kamala Harris terpilih, saya tidak percaya dia akan mampu membawa perubahan yang signifikan.”
Untuk menarik perhatian pemilih di Dearborn, tim kampanye Kamala Harris meluncurkan iklan yang menunjukkan kepedulian Harris terhadap penderitaan di Gaza. Namun, iklan yang dipasang oleh kelompok politik terkait Partai Republik justru menyoroti dukungan Harris terhadap Israel dan latar belakang suaminya, Doug Emhoff, yang merupakan seorang Yahudi.
Iklan tersebut tampaknya ditujukan kepada sekitar 100.000 pemilih di Michigan yang memilih opsi “Tak Berkomitmen” dalam pemilu pendahuluan Demokrat, sebagai bentuk protes terhadap dukungan pemerintahan Biden terhadap Israel. Saat Harris mengunjungi Michigan pada pertengahan September, para aktivis mengumumkan penolakan mereka untuk mendukungnya.
Layla Elabed, juru bicara Gerakan Tak Berkomitmen, mengatakan, “Sebagai warga keturunan Palestina, saya ingin mendukung Partai Demokrat, tetapi Harris belum menunjukkan bahwa ia akan melindungi orang-orang yang saya cintai.”
Harris sendiri mengklaim bahwa ia mendukung keamanan Israel sekaligus hak-hak warga Palestina. “Presiden Biden dan saya berusaha mengakhiri perang ini agar Israel aman, sandera dibebaskan, dan penderitaan di Gaza berakhir,” ujarnya.
Meskipun menolak dukungan untuk Harris, gerakan tersebut juga menentang Donald Trump, yang mereka anggap akan lebih mendukung Israel. “Jika saya kembali ke Gedung Putih, saya akan mendukung hak Israel untuk memenangkan perangnya melawan teror,” kata Trump.
Sementara itu, kelompok “Tinggalkan Harris” mendorong pemilih untuk mempertimbangkan kandidat dari partai ketiga yang memiliki posisi antiperang, termasuk Jill Stein dari Partai Hijau. Namun, kehilangan suara dari kelompok pro-Palestina tidak otomatis menjadikan Harris kalah di Michigan, mengingat dukungan yang kuat dari serikat buruh otomotif yang berpengaruh.
Ronald Stockton, profesor emeritus dari University of Michigan, menyatakan, “Jika partisipasi pemilih kulit hitam meningkat sementara suara keturunan Arab menurun, sulit untuk diprediksi apakah hasilnya akan imbang.” Ia juga menekankan pentingnya upaya serikat UAW dalam menjangkau pemilih.
Terdapat variabel lain yang perlu diperhatikan, yaitu jika Trump berhasil menarik perhatian pemilih keturunan Arab dan Muslim. Amer Ghalib, wali kota Hamtramck keturunan Yaman, baru-baru ini menyatakan dukungannya kepada Trump setelah bertemu dengannya. Dukungan ini menjadi simbolis, mengingat Hamtramck merupakan satu-satunya kota di AS yang seluruh anggotanya di dewan kota adalah Muslim.
Dengan berbagai dinamika ini, masa depan pemilihan di Michigan akan menjadi sorotan penting dalam politik AS.