KalselMedia – Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, menegaskan komitmennya untuk mengakhiri perang di Gaza sesegera mungkin. Dalam beberapa pernyataannya, Trump memberikan ultimatum keras kepada Hamas dan pihak-pihak terkait konflik tersebut, termasuk ancaman konsekuensi berat jika sandera tidak dibebaskan sebelum pelantikannya pada 20 Januari 2025.
Trump mengindikasikan kemungkinan langkah tegas, meski belum merinci secara spesifik. Analis Ahmed Fouad Alkhatib dari Atlantic Council memperkirakan Trump mungkin akan menggunakan tekanan militer atau ekonomi untuk mendorong penyelesaian konflik. Namun, langkah ini diperkirakan tidak jauh berbeda dari pendekatan militer Israel selama 14 bulan terakhir.
Selain itu, ancaman Trump juga diyakini diarahkan kepada negara-negara pendukung Hamas, seperti Iran, untuk menghentikan pembiayaan mereka terhadap kelompok tersebut. Hal ini sejalan dengan tujuan Amerika Serikat untuk melemahkan pengaruh proksi Iran di Timur Tengah.
Peringatan Trump turut menempatkan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dalam posisi sulit. Netanyahu harus menyeimbangkan tuntutan koalisinya yang berhaluan kanan, seperti pembangunan permukiman di Gaza, dengan ambisi Trump untuk memperluas Perjanjian Abraham, terutama mencakup Arab Saudi.
Trump dinilai lebih mengutamakan upaya diplomasi besar, seperti meraih kesepakatan bersejarah dengan Saudi, daripada memperkuat permukiman di wilayah konflik.
Sementara itu, pemerintahan Joe Biden terus melakukan upaya diplomatik di hari-hari terakhirnya, berkoordinasi dengan Turki, Mesir, dan Qatar untuk menciptakan solusi yang memungkinkan rekonstruksi Gaza tanpa kendali Hamas.
Namun, keberhasilan upaya tersebut masih diragukan. Analis menilai Hamas lebih cenderung menunggu hingga transisi kepemimpinan, mengingat pendekatan pemerintahan Trump diprediksi akan lebih keras.
Baik pemerintahan Biden maupun Trump tampaknya sepakat dalam menyampaikan pesan yang sama: konflik di Gaza harus segera berakhir. Namun, hingga kini, pihak-pihak yang bertikai belum merespons dengan tindakan nyata.
Kebijakan Trump terhadap Timur Tengah menjadi sorotan, tidak hanya untuk menyelesaikan konflik Gaza, tetapi juga sebagai langkah strategis dalam membangun posisinya di panggung internasional menjelang masa jabatan keduanya.