Fenomena Nikah Siri di HST: 90 Pasangan Tempuh Jalur Isbat Nikah

KalselMedia.com, Barabai – Fenomena nikah siri atau pernikahan yang dilakukan tanpa pencatatan negara masih cukup banyak terjadi di Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST).

Buktinya, hingga 23 Juli 2025, Pengadilan Agama (PA) Barabai mencatat 90 permohonan isbat nikah yang diajukan oleh pasangan suami istri.

Panitera PA Barabai, H. Anshari Saleh, S.H.I, mengatakan bahwa tingginya angka permohonan isbat nikah tahun ini juga didorong oleh pelaksanaan sidang keliling atau sidang di luar gedung, yang menyasar desa-desa terpencil seperti Mantaas, Hapulang, dan Bulayak.

“Program ini memudahkan masyarakat pedesaan untuk mendapatkan akses keadilan, terutama mereka yang sudah menikah lama namun belum tercatat secara resmi di KUA,” ujarnya, Selasa (5/8/2025).

Menurut Anshari, ada dua alasan utama yang paling sering dijumpai dalam permohonan isbat nikah. Pertama, pasangan tidak memenuhi persyaratan administrasi KUA saat menikah. Kedua, calon istri masih di bawah umur saat pernikahan dilakukan, sehingga tidak bisa dicatatkan secara resmi.

Padahal, pernikahan yang tidak tercatat di negara menimbulkan banyak dampak negatif, khususnya bagi perempuan dan anak.

“Perempuan kehilangan perlindungan hukum bila terjadi perceraian atau kekerasan dalam rumah tangga. Sedangkan anak akan kesulitan dalam pencatatan kelahiran, hak waris, hingga pengakuan hukum dari ayah biologisnya,” jelasnya.

Untuk mengajukan isbat nikah, pasangan dapat datang langsung ke PA Barabai dengan membawa sejumlah dokumen, antara lain fotokopi KTP, KK, surat keterangan dari KUA bahwa pernikahan tidak tercatat dan pernyataan dari kepala desa. Bila salah satu pihak sudah berstatus janda atau duda, maka akta cerai juga harus dilampirkan.

Waktu proses sidang bervariasi, tergantung pada kompleksitas perkara dan pemeriksaan oleh majelis hakim.

PA Barabai juga memberikan layanan prodeo (bebas biaya) bagi masyarakat kurang mampu. Untuk tahun 2025, tersedia kuota 43 perkara dari anggaran Prodeo DIPA, dan 24 perkara hasil kerja sama dengan Baznas. Syarat utamanya adalah membawa Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari kepala desa setempat.

Namun, upaya untuk menyadarkan masyarakat tentang pentingnya pencatatan pernikahan masih menghadapi tantangan.

“Banyak yang masih menganggap cukup menikah secara agama saja. Mereka belum sadar bahwa tanpa pencatatan negara, hak-hak hukum istri dan anak bisa terabaikan,” ujar Anshari.

Ia juga menambahkan bahwa rendahnya pemahaman hukum, faktor budaya, serta minimnya akses informasi menjadi penghalang utama edukasi hukum di masyarakat pedesaan.

Sebagai penutup, Anshari menyampaikan pesan kepada pasangan yang masih menjalani nikah siri.

“Segera urus pencatatan pernikahan melalui isbat nikah di pengadilan. Ini penting untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum, khususnya bagi perempuan dan anak-anak mereka,” tegasnya. (MA)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Berita Terkait: