
Oleh: Luthpah Ajizah
PENDAHULUAN
Delapan puluh tahun kemerdekaan Indonesia bukan sekadar angka. Ia adalah cerita panjang tentang perjuangan, perubahan, dan cita-cita yang terus hidup. Dalam rentang waktu itu, perempuan Indonesia telah melangkah dari ruang domestik yang sempit menuju panggung publik yang luas.
Sejarah mencatat nama-nama besar seperti Cut Nyak Dien, Martha Christina Tiahahu, hingga Raden Adjeng Kartini yang mengibarkan semangat perjuangan dari masa penjajahan. Kini, tongkat estafet itu diteruskan oleh perempuan-perempuan masa kini, baik di tingkat nasional maupun daerah.
Di Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), gerak perempuan semakin nyata, dari dapur rumah tangga hingga ruang rapat organisasi, dari pekarangan rumah hingga panggung aksi sosial. Namun, perjalanan ini belum sepenuhnya mulus, ada tantangan yang harus terus kita jawab bersama.
PEMBAHASAN
Salah satu sosok yang patut diapresiasi adalah Ny. Deni Era Yulyantie, atau akrab disapa Mama Deden. Sebagai Ketua Tim Penggerak PKK sekaligus Bunda Literasi HST, ia menunjukkan bahwa perempuan mampu memimpin gerakan nyata bagi masyarakat. Program yang ia gagas berfokus pada pemberdayaan keluarga, peningkatan literasi, hingga dukungan untuk UMKM lokal.
Tidak hanya di ruang formal, ia juga terjun langsung ke lapangan, mendampingi masyarakat dalam kegiatan sosial dan penanganan bencana. Kiprahnya membuktikan bahwa kepemimpinan perempuan bisa menyentuh ranah kebijakan sekaligus kebutuhan sehari-hari masyarakat.
Di tingkat nasional, kita mengenal Najwa Shihab, seorang jurnalis dan tokoh publik yang konsisten menyuarakan isu keadilan, kesetaraan, dan suara rakyat kecil. Melalui program Mata Najwa maupun kanal digital Narasi, ia membuktikan bahwa perempuan juga bisa menjadi corong kebenaran, sekaligus inspirasi bagi generasi muda untuk berani bersuara.
Kehadiran Najwa menunjukkan bahwa gerak perempuan tidak terbatas pada politik atau sosial, tetapi juga di ranah media yang mampu mempengaruhi cara pandang masyarakat luas..
Namun, di balik keberhasilan ini, masih banyak perempuan muda di HST yang belum mendapatkan kesempatan serupa untuk berorganisasi atau memimpin kegiatan sosial.
Menurut Profil Perempuan Indonesia 2023 dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), tingkat partisipasi perempuan dalam organisasi sosial di daerah pedesaan hanya sekitar 35%, lebih rendah dibandingkan perkotaan yang mencapai 52%. Data nasional
lainnya menunjukkan bahwa pada tahun 2022, hanya sekitar 32% UMKM di pedesaan yang dikelola oleh perempuan, padahal sektor ini memiliki potensi besar untuk menopang ekonomi keluarga (KemenPPPA, 2023).
Angka-angka ini menunjukkan bahwa meski gerak perempuan sudah terbuka, akses dan motivasi untuk terlibat masih perlu diperluas, terutama di daerah dengan potensi besar seperti HST.
Pengalaman pribadi saya memperkuat keyakinan akan pentingnya keterlibatan perempuan. Saya pernah bergabung dalam kegiatan sosial bersama komunitas pemuda desa, menggalang bantuan untuk korban banjir di wilayah tetangga. Saat itu, saya melihat bagaimana perempuan, baik remaja, ibu rumah tangga, maupun anggota organisasi bergerak cepat mengumpulkan bahan makanan, pakaian, dan obat-obatan. Ada semangat yang luar biasa.
Namun, saya juga melihat kesenjangan: masih ada perempuan yang ingin terlibat, tetapi terhalang oleh waktu, biaya, atau minimnya dukungan keluarga. Momen itu membuat saya merenung. betapa besar sebenarnya energi perempuan jika diberi ruang, dan betapa sayang jika potensi itu terus terhambat
Peran organisasi perempuan di HST tidak bisa dipandang sebelah mata. Mereka tidak hanya hadir saat perayaan formal atau acara seremonial, tetapi juga menjadi motor penggerak inisiatif sosial yang langsung bersentuhan dengan masyarakat. Misalnya, program pengentasan buta huruf bagi perempuan dewasa yang dilakukan oleh kelompok relawan literasi, atau pelatihan digital marketing untuk pelaku usaha rumahan. Kegiatan ini menjadi bukti bahwa gerak perempuan mampu mengubah kehidupan keluarga dan komunitas.
Namun, kita perlu bersikap kritis. Di lapangan, saya masih menemukan pola lama yang membatasi ruang gerak perempuan di organisasi. Ada pandangan bahwa kepemimpinan sebaiknya dipegang laki-laki, atau bahwa kegiatan sosial hanyalah tugas tambahan, bukan bagian dari pembangunan utama. Akibatnya, potensi perempuan tidak dimaksimalkan, dan ide-ide segar yang mereka miliki kadang tersisih oleh budaya hierarkis yang kurang inklusif.
Sebagai perempuan muda yang tumbuh di HST, saya percaya perubahan harus dimulai dari pemberdayaan yang nyata. Pertama, perlu ada pelatihan. kepemimpinan bagi perempuan muda di tingkat desa, agar mereka percaya diri mengambil peran. Kedua, perlu diperbanyak kolaborasi antara pemerintah daerah, organisasi perempuan, dan komunitas pemuda, sehingga kegiatan sosial menjadi ruang belajar dan berjejaring. Ketiga, penting membangun narasi positif di media lokal tentang tokoh perempuan inspiratif, baik yang menjabat di pemerintahan maupun yang bergerak di akar rumput, agar menjadi teladan bagi generasi berikutnya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kartini pernah berkata, “Habis gelap terbitlah terang.” Delapan puluh tahun kemerdekaan telah membawa banyak terang, tetapi masih ada sudut-sudut gelap yang perlu kita sinari bersama. Gerak perempuan bukanlah pelengkap, melainkan bagian inti dari pembangunan bangsa. Di HST, perempuan seperti Ny. Deni Era Yulyantie telah membuktikan bahwa mereka mampu memimpin, menginspirasi, dan menggerakkan perubahan.
Di tingkat nasional, Najwa Shihab menjadi contoh bahwa suara perempuan bisa menggemakan perubahan hingga lingkup yang lebih luas. Kini saatnya memastikan bahwa setiap perempuan, dari pelosok desa hingga pusat kota, memiliki kesempatan yang sama untuk melangkah maju.
Kemerdekaan bukan hanya soal bebas dari penjajahan fisik, tetapi juga bebas dari batasan yang mengekang potensi. Jika kita ingin Indonesia pada 100 tahun kemerdekaannya menjadi negara yang setara dan maju, maka gerak perempuan harus terus didorong, diakui, dan dirayakan.
Saran: Pertama, pemerintah daerah bersama organisasi perempuan perlu memperluas akses pelatihan kepemimpinan untuk perempuan muda di desa. Kedua, media lokal sebaiknya lebih sering menampilkan figur perempuan inspiratif agar lahir lebih banyak teladan. Ketiga, dukungan keluarga menjadi kunci agar perempuan berani tampil dan mengambil peran di ruang publik. Dengan langkah-langkah ini, gerak perempuan akan semakin kuat menyongsong Indonesia Emas 2045.
DAFTAR PUSTAKA
Antara News Kalsel. (2025, 8 Juli). Bupati HST berharap Bunda Literasi berkontribusi bentuk SDM berkualitas. Retrieved from https://kalsel.antaranews.com/berita/477485/bupati-hst-berharap-bunda-literasi-berkontribusi-bentuk-sdm-berkualitas
Kalimantan Post. (2025, 8 Juli). Bupati HST lantik Deni Era Yulyantie sebagai Bunda Literasi. Retrieved from https://kalimantanpost.com/2025/07/bupati-hst-lantik-deni-era-yulyantie-sebagai-bunda-literasi
Kartini, R. A. (2004). Habis Gelap Terbitlah Terang. Jakarta: Balai Pustaka.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia. (2023). Profil Perempuan Indonesia 2023. Jakarta: KemenPPPA. Retrieved from https://www.kemenpppa.go.id/lib/uploads/list/daftar-publikasi/Profil-Perempuan-Indonesia-2023.pdf
Narasi TV. (2023). Najwa Shihab dan peran perempuan dalam media. Retrieved from https://narasi.tv/
Republik Indonesia. (2014). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta: Sekretariat Negara.