KalselMedia – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, mengungkapkan bahwa delapan pegawai kementeriannya telah dijatuhi sanksi terkait kasus pembangunan pagar laut di Tangerang. Pernyataan ini disampaikan dalam rapat bersama Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Kamis (30/1/2025).
Menurut Nusron, sanksi ini dijatuhkan setelah Inspektorat Jenderal Kementerian ATR/BPN melakukan pemeriksaan terhadap para pegawai yang terlibat. Dari delapan pegawai yang terkena sanksi, enam orang dikenai hukuman berupa pencopotan dan pemberhentian dari jabatan, sementara dua lainnya mendapatkan sanksi berat.
“Tinggal menunggu proses penerbitan SK sanksi dan penarikan mereka dari jabatan,” ujar Nusron.
Sanksi ini merupakan tindak lanjut dari audit investigasi yang dilakukan Kementerian ATR/BPN. Salah satu rekomendasi dari audit tersebut adalah pencabutan lisensi Kantor Jasa Survei Berlisensi (KJSB) yang terlibat dalam kasus ini. Nusron menjelaskan bahwa dalam setiap kegiatan survei dan pengukuran tanah, kementeriannya selalu bekerja sama dengan dua pihak, yaitu petugas survei internal ATR/BPN dan petugas survei berlisensi. Namun, dalam kasus ini ditemukan adanya pelanggaran prosedur.
Meski begitu, Nusron enggan mengungkapkan identitas lengkap pegawai yang terkena sanksi dan hanya menyebutkan inisial serta jabatan mereka.
Berikut daftar inisial dan jabatan pegawai yang dijatuhi sanksi:
Sebelum menjatuhkan sanksi, Kementerian ATR/BPN menemukan sebanyak 266 sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di wilayah yang menjadi lokasi pagar laut Tangerang. Dari jumlah tersebut, PT IAM tercatat memiliki 234 bidang HGB, sementara PT CIS menguasai 20 bidang. Selain itu, ada pula sertifikat milik perorangan yang terdiri dari sembilan bidang HGB dan 17 bidang SHM.
Nusron mengungkapkan bahwa pihaknya telah melakukan pemblokiran terhadap seluruh sertifikat HGB dan SHM milik PT IAM. Tindakan ini dilakukan karena penerbitan sertifikat tersebut ditemukan memiliki cacat prosedur dan materiil.
“Tahapan pembatalan sertifikat ini dimulai dengan pengecekan dokumen yuridis. Proses verifikasi bisa dilakukan di kantor, balai desa, atau lokasi lain yang relevan,” jelas Nusron.
Dengan adanya sanksi ini, diharapkan Kementerian ATR/BPN dapat semakin memperketat pengawasan terhadap proses penerbitan sertifikat tanah guna menghindari pelanggaran serupa di masa depan.