KalselMedia – Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) berpotensi mewariskan beban bunga utang sebesar Rp 183 triliun kepada pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto. Beban ini adalah bagian dari total bunga utang yang diproyeksikan harus dibayarkan hingga akhir tahun 2024, berdasarkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024.
Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, Riko Amir, mengungkapkan bahwa pemerintah mencatat outlook pembayaran bunga utang tahun ini sebesar Rp 499 triliun. Dari jumlah tersebut, hingga akhir Agustus 2024, realisasi pembayaran sudah mencapai Rp 315,6 triliun. Artinya, sisa Rp 183 triliun masih perlu diselesaikan dalam beberapa bulan terakhir pemerintahan Jokowi.
“Pemerintahan saat ini masih optimistis seluruh defisit dan pembayaran utang bisa diselesaikan sesuai target hingga akhir tahun,” kata Riko pada acara Media Gathering di Anyer, Banten, Kamis (26/9/2024).
Namun, dengan masa pemerintahan Jokowi yang akan berakhir pada 20 Oktober 2024, beban ini sebagian besar akan ditanggung oleh pemerintahan baru di bawah Prabowo Subianto. Selain sisa pembayaran tahun ini, pemerintahan Prabowo juga diperkirakan akan menghadapi pembayaran bunga utang yang lebih besar lagi di tahun 2025, mencapai Rp 552,9 triliun, sesuai dengan APBN 2025.
Riko menambahkan bahwa salah satu cara untuk mengurangi beban bunga utang ini adalah dengan melakukan reprofiling atau penataan ulang utang, seperti buyback atau debt switch. Dengan strategi ini, pemerintah dapat menarik utang yang masih memiliki beberapa tahun masa jatuh tempo ke depan untuk dibayar lebih awal, atau menukar utang dengan bunga lebih tinggi dengan utang baru yang memiliki bunga lebih rendah.
“Kami akan terus melakukan manajemen kewajiban yang aktif untuk menekan besaran bunga utang, salah satunya melalui reprofiling dan debt switch,” jelas Riko.
Dengan tantangan keuangan yang cukup besar ini, pemerintahan Prabowo akan dihadapkan pada kebutuhan untuk melanjutkan strategi pengelolaan utang yang cermat agar tidak memperburuk kondisi fiskal Indonesia di masa mendatang.