KalselMedia – Donald Trump kembali memenangkan pemilihan presiden AS, terpilih sebagai presiden ke-47. Kemenangan ini memicu reaksi keras dari sejumlah kalangan, khususnya para perempuan yang menolak kebijakan Trump terkait hak-hak perempuan.
Sejumlah perempuan di AS kini menyuarakan gerakan “4B”, singkatan dari bihon (menolak pernikahan), bichulsan (menolak melahirkan), biyeonae (menolak pacaran), dan bisekseu (menolak berhubungan seks). Gerakan ini menentang pengaruh kebijakan Trump yang dianggap merugikan perempuan, terutama dalam hak reproduksi.
Apa itu Gerakan “4B”?
Gerakan “4B” pertama kali muncul di Korea Selatan pada tahun 2016, setelah peristiwa tragis pembunuhan seorang perempuan di Stasiun Gangnam, Seoul. Dianggap sebagai aksi penolakan terhadap masyarakat patriarki, gerakan ini menyarankan perempuan untuk menjaga jarak dari laki-laki sebagai bentuk protes atas ketidaksetaraan gender. Seiring dengan tren #MeToo, gerakan ini mendapatkan perhatian luas di Korea pada 2019 dan terus meluas hingga sekarang.
Pengaruh Kemenangan Trump terhadap Gerakan “4B”
Kemenangan Trump, yang diikuti oleh berbagai kontroversi terkait pelecehan seksual dan pernyataan negatif wakil presidennya, JD Vance, membuat perempuan di AS menilai bahwa hak-hak mereka dalam bahaya. Para perempuan yang terlibat dalam gerakan “4B” ini ingin menekankan bahwa tubuh dan hak reproduksi mereka tidak seharusnya dikendalikan oleh kebijakan pemerintah. Dengan meluasnya dukungan, mereka berharap Trump akan mempertimbangkan kembali kebijakan-kebijakan yang berpotensi mengurangi hak-hak perempuan, seperti larangan aborsi.
Dampak Sosial dan Harapan di Amerika
Seperti di Korea Selatan, gerakan ini juga menuai kontroversi. Di Korea, gerakan ini dikritik oleh pemerintah karena dianggap memicu penurunan angka kelahiran. Presiden Korea Selatan, Yoon Suk-yeol, bahkan menyatakan bahwa gerakan feminis berpotensi merusak hubungan laki-laki dan perempuan.
Meskipun berbeda dalam konteks budaya, gerakan “4B” di Amerika bertujuan untuk menekankan bahwa perempuan memiliki hak untuk menentukan hidup dan tubuh mereka tanpa pengaruh patriarki. Jika dukungan terhadap gerakan ini terus tumbuh, diharapkan ada perubahan signifikan dalam kebijakan yang lebih berpihak pada hak perempuan selama kepemimpinan Trump.