
Oleh : Nurul Rahmaniah
“Perempuan adalah cadangan bakat terbesar yang belum dimanfaatkan di dunia.” – Hillary Clinton
Pendahuluan
Perjalanan perempuan Indonesia menunjukkan perkembangan kesadaran terhadap hak-haknya meski budaya patriarki yang telah mengakar sejak masa kolonial membatasi mereka pada ranah domestik. Pandangan sempit ini menimbulkan ketidakadilan dan penindasan, seolah perempuan tidak mampu berkontribusi di luar rumah.
Pernyataan Clinton relevan karena perempuan menyimpan kreativitas, kecerdasan, dan kepemimpinan yang mampu memberi dampak besar bagi masyarakat. Sosok seperti Najwa Shihab berani menyuarakan isu penting yang menginspirasi generasi muda, atau Merry Riana dikenal sebagai pengusaha dan motivator yang aktif menyebarkan semangat positif. Hal ini menjadi bukti bahwa ruang dan kebebasan, mampu membuat perempuan berkembang dan memberikan dampak nyata bagi bangsa.
Era Society 5.0 dan teknologi digital semakin memperluas ruang gerak perempuan. Laporan UN Women Highlights 2024–2025 menunjukkan bahwa inovasi digital membuka peluang kesetaraan gender di era modern. Namun, tantangan tetap ada, seperti peran ganda, kesenjangan digital, dan risiko pelecehan berbasis gender. Kemajuan teknologi menjadi tanjakan baru, karena gerak juang perempuan akan terus berkembang seiring perubahan dinamika zaman.
Pernahkah kita bertanya,
mengapa penting meninjau kembali perjalanan perempuan Indonesia dari masa ke masa?
Belajar dari masa lalu membuat kita memahami bagaimana peran dan posisi perempuan berkembang. Pada masa Orde Baru, misalnya, peran perempuan dibatasi dan hampir dilumpuhkan karena stigma buruk terhadap Gerwani yang dianggap sebagai gambaran bahaya jika perempuan ikut terlibat dalam politik negara (Dewi & Kasuma, 2014). Kondisi ini menciptakan ketimpangan yang turut membentuk pandangan masyarakat tentang peran gender.
Namun, pembatasan tersebut membawa optimisme dan mendorong lahirnya kesadaran dan gerakan perempuan untuk memperjuangkan hak-haknya, baik dalam bidang politik, pendidikan, maupun ekonomi. Berakhirnya Orde Baru pada tahun 1998 menumbuhkan kembali semangat juang perempuan dalam mengembalikan hak dan citra mereka. Gerakan perempuan semakin menguat melalui organisasi dan media massa, seperti Suara Ibu Peduli (1998) dan Crisis Center Mei 1998.
Dengan meninjau sejarah, kita tidak hanya menghargai pencapaian yang telah diraih, tetapi juga menyadari bahwa perjuangan belum selesai. Justru dari cermin sejarah inilah lahir dorongan untuk terus memperkuat peran perempuan di era modern, agar kesetaraan benar-benar terwujud dalam kehidupan bangsa.
Lalu, ditengah derasnya arus digitalisasi,
bagaimana perempuan Indonesia mengambil peran dan menunjukkan kontribusinya?
Digitalisasi membuka peluang baru bagi perempuan, salah satunya melalui media sosial yang menghadirkan tempat bagi perempuan Indonesia dari berbagai latar belakang untuk berperan aktif. Melalui media sosial, perempuan dapat mengambil peran dalam berbagai bidang seperti pendidikan, ekonomi, maupun sosial.
Dalam bidang pendidikan, menurut Haris (2024), kemajuan teknologi memberi peluang luas bagi perempuan untuk berperan sebagai pendidik, peserta didik, maupun agen perubahan. Perkembangan teknologi ini juga melahirkan model pendidikan baru, yaitu e-learning, yang memberikan jangkauan lebih luas sehingga perempuan Indonesia dapat belajar dan mengajar di mana saja dan kapan saja.
Selain itu, dalam bidang ekonomi data Goodstats (2024) menunjukkan bahwa sekitar 65% UMKM di Indonesia dimiliki oleh perempuan, 48% diantaranya bergerak di sektor food and beverage (FnB). Persentase ini termasuk prestasi yang sangat besar bagi perempuan Indonesia karena sektor tersebut menyumbang sekitar 60% produk domestik bruto (PDB) nasional, setara dengan Rp9,6 triliun.
Sementara dalam konteks sosial, perempuan menunjukkan keterlibatan nyata melalui ruang digital, menginisiasi kampanye daring seputar kesehatan ibu-anak, isu lingkungan, dan hak-hak gender. Seperti akun (@perempuanberkisah) yang menyediakan wadah aman bagi perempuan berbagi kisah dan menyuarakan keadilan serta kesetaraan gender.
Meski demikian, kontribusi ini masih menghadapi berbagai hambatan. Perempuan pelaku UMKM sering kali terkendala akses modal dan rendahnya literasi digital, sementara perempuan di daerah terpencil belum sepenuhnya menikmati akses internet yang layak. Hal ini menunjukkan bahwa kesempatan yang terbuka lebar tidak otomatis membuat perempuan sepenuhnya meraih kesetaraan. Masih ada tantangan struktural dan kultural yang membatasi ruang gerak mereka.
Dari sinilah muncul satu pertanyaan penting:
jika peluang semakin terbuka, mengapa perjuangan perempuan untuk meraih kesetaraan masih menghadapi banyak tantangan?
Meski era digital membuka ruang baru, perjuangan perempuan masih terhambat budaya patriarki yang menempatkan mereka sebatas pengurus rumah tangga. Hal ini memunculkan beban ganda antara peran domestik dan karir publik yang sering menghambat partisipasi penuh dalam pembangunan (Zuhdi, 2018).
Selain hambatan kultural, ada pula hambatan struktural, misalnya terbatasnya akses pendidikan, internet, dan literasi digital, terutama di daerah 3T. Keterbatasan ini berdampak pada bidang ekonomi, di mana pelaku UMKM perempuan masih kesulitan memperoleh modal, pelatihan, dan jaringan pemasaran.
Tantangan lain adalah kekerasan berbasis gender, baik di ruang publik maupun digital, mulai dari pelecehan hingga body shaming, dengan perlindungan hukum yang belum memadai. Semua hambatan ini menunjukan bahwa peluang saja tidak cukup; perjuangan perempuan masih harus diperkuat dengan dukungan struktural, perubahan budaya, dan perlindungan nyata. Menyambut 80 tahun kemerdekaan, hal ini menjadi momentum penting untuk memastikan perempuan benar-benar menjadi bagian dari pembangunan nasional.
Penutup
Perjalanan panjang perempuan Indonesia menunjukkan bahwa meski ruang digital membuka peluang, hambatan kultural, struktural, dan kekerasan berbasis gender masih membatasi peran mereka. Namun, semangat perempuan tidak pernah padam, justru terus tumbuh seiring perubahan zaman. Menyambut 80 tahun kemerdekaan, penting bagi bangsa untuk menghadirkan dukungan nyata melalui kebijakan yang berpihak, pendidikan yang inklusif, serta perlindungan hukum yang kuat.
Penting bagi perempuan untuk memiliki ruang yang bebas dari ancaman serta peluang yang setara guna mendorong pertumbuhan dan kontribusi mereka. Dengan demikian, perjuangan perempuan tidak hanya menjadi milik mereka sendiri, tetapi juga bagian penting dari cita-cita bangsa menuju masa depan yang lebih adil dan sejahtera.
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, R. et al., 2022. Peran Perempuan Dalam Pergerakan Nasional Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan Universitas Pamulang Vol. 2.
Baharudin. 2022. Perempuan Dalam Kepemimpinan Politik di Indonesia. Jurnal Studi Gender dan Anak 7(2): 65-72.
Dewi, V. K., & Gayung, K. 2024. Perempuan Masa Orde Baru Studi Kebijakan PKK KB Tahun 1968-1983. Jurnal Kesejarahan 4(2): 157-172.
Farin, S. E. 2021. Peran Perempuan Dalam Pendidikan di Indonesia Pada Zaman Modern. Seri Publikasi Pembelajaran 1(2): 1-6.
Franklin, A. R., et al. 2023. Analisis Pengaruh Budaya Patriarki terhadap Kekerasan Perempuan di dalam Rumah Tangga. SAJJANA: Public Administration Review 1(2): 1-13.
Goodstats. 2024. UMKM di Indonesia Menjamur, 65% Pemiliknya adalah Perempuan. https://goodstats.id/article/umkm-di-indonesia-menjamur-65-pemiliknya-adalah-perempuan-SUFfg#google_vignette. Diakses pada 20 Agustus 2025.
Haris, M. A. 2024. Peran Perempuan Dalam Pendidikan Agama Islam di Era Digital. Jurnal Fakultas Ilmu Keislaman 5(3): 254-262.
UN Women. 2025. UN Women Highlights (2024-2025). https://www.unwomen.org/en/annual-report/2025. Diakses pada 20 Agustus 2025.
Zuhdi, S. 2018. Membincang Peran Ganda Perempuan Dalam Masyarakat Industri. Jurnal Jurisprudence 8(2): 81-86.